Jumat, 03 Februari 2012

Gerbang Pembuka


Assalamu'alaikum Wr Wb
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan yang terbaik buat kita semua. Amiin
Bersama blog ini saya sampaikan bahwa blog ini hanya sebagai pembuka dari blog utama: Master Islam Indah
Harap maklum dan mengerti, mohon maaf bila tulisan ini mengurangi kenyamanan anda.
Wassalam

 
Pedoman Penafsiran Al-Quran

1.    Acuan pokok suatu tafsir yang benar dari Kitab Suci Al-Quran adalah
kesaksian Al-Quran itu sendiri. Patut diperhatikan bahwa Al-Quran berbeda
dengan Kitab-kitab samawi lainnya yang tergantung kepada sesuatu di luar
dirinya untuk pembuktian atau pengungkapan kebenaran yang dikandungnya.
Al-Quran tersusun dalam suatu struktur yang rapih dimana keseluruhannya
akan terganggu jika ada satu saja batu bata yang salah tempat. Kitab ini setiap
mengemukakan suatu kebenaran selalu didukung sepuluh atau duapuluh
kesaksian termaktub yang mendukungnya. Setiap kali kita menafsirkan suatu
ayat dari Al-Quran, kita perlu memperhatikan keberadaan kesaksian di ayat
lain yang mendukung pengertian yang telah kita peroleh. Bila kesaksian
tersebut tidak ada sedangkan pengertian yang kita dapat itu bertentangan
dengan ayat-ayat lainnya, kita harus menyimpulkan bahwa tafsir itu sebagai
salah adanya karena tidak mungkin terdapat kontradiksi di dalam Al-Quran.
Tanda dari suatu tafsir yang benar ialah jika keseluruhan kesaksian dari Kitab
Suci Al-Quran memang jelas mendukung.

2.   Acuan kedua dari pengertian yang benar mengenai Al-Quran adalah tafsir yang dikemukakan oleh Hazrat Rasulullah s.a.w.
Tidak diragukan lagi bahwa sosok yang paling memahami pengertian Al-Quran adalah Nabi Besar kita yang tercinta. Dengan demikian jika memang sudah ada tafsir dari Hazrat Rasulullah s.a.w. maka menjadi kewajiban bagi setiap Muslim untuk menerimanya tanpa ragu-ragu lagi, sedangkan mereka yang menolak termasuk murtad dan mengada-ada.

3.   Acuan ketiga adalah penafsiran dari para sahabat Hazrat Rasulullah s.a.w.
Para sahabat tersebut merupakan pewaris pertama dari Nur dan pengetahuan
yang dibawa Hazrat Rasulullah s.a.w. Mereka ini mendapat rahmat akbar dari
Allah s.w.t. dimana persepsi mereka dibantu oleh-Nya karena mereka ini tidak
saja telah beriman tetapi juga telah melaksanakan apa yang diimani.

4.     Acuan keempat adalah perenungan Al-Quran dengan ruhani yang suci mengingat juga Al-Quran berkaitan dengan kesucian ruhani seseorang.
Sebagaimana dinyatakan Allah yang Maha Agung dalam firman-Nya:
 
(Kitab) yang tiada orang boleh menyentuhnya kecuali mereka yang
disucikan’ (S.56 Al-Waqiah:80).
Berarti hanya seorang yang memiliki hati yang telah disucikan yang dapat
menghargai wawasan suci dari Al-Quran karena kedekatannya dengan Kitab
tersebut. Ia mengenali segala kebenaran dan keharuman yang dikandung Kitab
tersebut dan batinnya bersaksi bahwa inilah jalan yang lurus. Nur hati orang
seperti itulah yang menjadi acuan guna menguji kebenaran. Kecuali seseorang
telah disucikan dalam amalannya dan telah berhasil melewati jalan sempit
yang dilalui oleh para Nabi, sebaiknya janganlah ia menjadi penafsir isi Al-
Quran, apalagi jika didasari oleh sikap kurang ajar dan kesombongan karena
hasil tafsirnya nanti didasarkan pada opini dirinya sendiri. Tafsir seperti itu
dilarang oleh Hazrat Rasulullah s.a.w. yang menyatakan:
             
Ia yang menafsirkan Al-Quran berdasarkan opininya sendiri berada
dalam kesalahan, meskipun ia mengemukakan tafsir yang menurutnya
adalah yang benar.’

5.   Acuan kelima adalah kosa kata bahasa Arab, hanya saja Al-Quran terkadang memberi arti yang beragam sekali sehingga tidak sepenuhnya
bisa bersandar pada lexikon atau kosa kata tersebut.
Terkadang dengan memperhatikan kosa
katanya, perhatian bisa dibimbing kepada suatu rahasia sehingga yang
bersangkutan dapat mengungkapkan hal yang tersembunyi dalam Al-Quran.

6.   Acuan keenam adalah perbandingan sistem keruhanian dengan system jasmaniah karena ada keselarasan di antara keduanya.

7.    Acuan ketujuh adalah wahyu dan kashaf dari para orang suci.
       Acuan ini sebenarnya merangkum keseluruhan acuan-acuan lainnya karena seorang
penerima wahyu adalah refleksi sempurna dari Nabi yang diikutinya, dimana
dengan kekecualian pemberian status kenabian dan adanya syariat baru, ia
mendapatkan semua sebagaimana yang diterima sang Nabi. Akidah yang benar
dan pasti akan dibukakan kepadanya dan ia akan menerima segala karunia
berupa berkat dan rahmat sebagaimana yang diberikan Tuhan kepada Nabi
yang diikutinya. Ia tidak akan mengada-ada, tetapi hanya berbicara atas dasar
apa yang dilihatnya dan mengemukakan apa yang didengarnya. Jalan ini
terbuka bagi setiap umat Muslim, karena jika tidak maka tidak akan ada lagi
pewaris Nabi Besar Muhammad s.a.w. (Barakatuddua, Qadian, Riyaz Hind
Press, 1310 H; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 6, hal. 17-21,
London, 1984).* * *
Perlu diperhatikan bahwa kita tidak diizinkan untuk mengadakan perubahan
apapun dalam teks ayat atau urutan di dalam Firman Tuhan, kecuali Hazrat
Rasulullah s.a.w melakukannya dan ini bisa dibuktikan. Tanpa adanya
bukti itu maka kita tidak boleh mengusik urut-urutan Al-Quran ataupun
menambahkan sesuatu padanya. Kalau dilakukan maka kita dianggap bersalah
dan akan dimintakan pertanggungjawabannya. (Itmamul Hujjah, Gulzar
Muhammadi Press, Lahore, 1311 H, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain,
vol. 8, hal. 29, London, 1984).* * *

Sistem Akar Dalam Al-Quran


Untuk diketahui, Kitab Suci Al-Quran mengandung sepuluh sistem kosa kata:

1. Sistem yang pertama berkaitan dengan eksistensi Tuhan dan argumentasi
yang mendukungnya seperti sifat-sifat Ilahi, nama-nama, perilaku, caracara
dan kebiasaan yang khas bagi Allah yang Maha Luhur. Termasuk juga
kalimat-kalimat phrasa yang berkaitan dengan puji-pujian kesempurnaan
Keagungan, Keindahan dan Kebesaran-Nya.

2. Sistem kedua mencakup konsep Ketauhidan Ilahi dan argumentasi yang
mendukungnya.

3. Sistem ketiga mengenai sifat-sifat, amalan, perilaku dan kebiasaan baik
ruhani mau pun jasmani yang diperlihatkan para mahluk di hadapan Allah
s.w.t., apakah selaras atau bertentangan dengan keinginan-Nya.

4. Keempat, sistem yang mengandung bimbingan lengkap dari Tuhan dalam
bentuk teguran dan ajaran mengenai sifat-sifat akhlak dan akidah, hakhak
Ilahi dan hak-hak hamba-Nya, pengetahuan yang bijak, batasanbatasan
dan suruhan, pengarahan dan larangan, kebenaran dan wawasan.

5. Kelima, sistem yang mengemukakan apa yang dimaksud dengan
keselamatan hakiki dan bagaimana cara mencapainya secara benar, apa
yang menjadi tanda-tanda dan persyaratan bagi mereka yang beriman
serta tentang mereka yang telah memperoleh keselamatan berkat
kedekatan pada Tuhan.

6. Keenam, sistem yang menjelaskan apa yang dimaksud dengan Islam dan
apa yang namanya kekafiran, apa itu syirik serta argumentasi yang
mendukung Islam dan jawaban-jawaban terhadap mereka yang
menyangkal.

7. Ketujuh, sistem yang menjelaskan dan menolak akidah-akidah yang salah
dari para lawan Islam.

8. Sistem kedelapan mencakup peringatan-peringatan dan kabar-kabar
gembira, janji-janji dan ancaman hukuman, tentang dunia akhirat,
mukjizat-mukjizat dan nubuatan yang meneguhkan keimanan, disamping
kisah-kisah sebagai peringatan atau penyampaian kabar gembira.

9. Kesembilan, sistem yang merangkum sejarah hidup dan sifat-sifat suci
Hazrat Rasulullah s.a.w. serta argumentasi yang mendukung kenabian
beliau.

10. Sistem kesepuluh mengetengahkan sifat-sifat Kitab Suci Al-Quran, berikut
pengaruh dan karakteristiknya.

Kesepuluh sistem itu terdapat secara sempurna seperti sepuluh lingkaran di
dalam Kitab Suci Al-Quran. Dalam sepuluh lingkaran tersebut, Allah yang
Maha Perkasa menggunakan kosa kata yang murni dan jelas sehingga seorang
yang waras akan langsung mengakui sistem kosa kata yang sempurna dan
lengkap dari bahasa Arab tersebut sepertinya dikhususkan bagi Al-Quran.
Karena itulah sistem kosa kata ini selaras dengan sistem edukatif yang
sempurna dan lengkap daripada Al-Quran. Sistem kosa kata bahasa lainnya
tidak selaras dengan sistem edukatif dari Kitab-kitab samawi yang katanya
diwahyukan dalam bahasa bersangkutan. Dalam Kitab-kitab itu pun tidak
ditemui sepuluh lingkaran sebagaimana dimaksud di atas. Hal ini menjadi
bukti ketidak-sempurnaan Kitab-kitab itu karena tidak mengandung
kesepuluh sistem di atas, ditambah lagi bahasanya tidak selaras dengan ajaran
di dalamnya. Penyebab utama keadaan ini ialah karena Kitab-kitab tersebut
bukanlah Kitab yang hakiki dan hanya bernilai sementara saja. Hanya ada satu
Kitab saja yang turun ke dunia ini yang bisa menjamin kesejahteraan manusia
selama-lamanya. Kitab itu diwahyukan lengkap dengan sepuluh sistem
lingkaran dimana sistem kosa katanya selaras dengan sistem edukatif. Setiap
sistem lingkarannya diikuti dengan sistem kosa kata selaras dengan kuantitas
dan nilai-nilai alamiah dari setiap kosa kata yang mencerminkan sifat-sifat
Ilahi. (Minanul Rahman, Manager Book Depot, Qadian, Talifo Ishaat, 1922,
sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 9, hal. 150-152, London, 1984).

Al-Quran Telah Mencakup Seluruh Kebenaran

Menjadi keyakinanku bahwa Kitab Suci Al-Quran bersifat sempurna dalam
ajarannya dan lengkap berisi semua kebenaran yang ada sebagaimana
dinyatakan dalam firman Allah s.w.t. bahwa:

Telah Kami turunkan kepada engkau kitab itu untuk menjelaskan segala
sesuatu’ (S.16 An-Nahl:90)
serta ayat:

Tiada sesuatu yang Kami alpakan dalam Kitab ini’ (S.6 Al-Anaam:39).
Tetapi aku juga berpendapat bahwa bukanlah fungsi dari setiap ulama atau
maulvi untuk mengemukakan dan mencanangkan masalah-masalah
keagamaan dari Al-Quran. Ini adalah fungsi dari orang-orang yang secara
khusus telah ditolong oleh wahyu Ilahi sebagai bagian dari semi Kenabian atau
kesucian. Mereka yang bukan penerima wahyu, sebenarnya tidak cukup
kompeten untuk mengemukakan wawasan Al-Quran. Satu-satunya cara
terbaik bagi mereka adalah menerima semua ajaran yang telah diterima turun
temurun tanpa berusaha ingin menafsirkan Al-Quran.
Mereka yang memperoleh pencerahan dengan Nur wahyu suci termasuk di
antara mereka yang disucikan. Kepada mereka inilah Allah s.w.t. dari waktu
ke waktu membukakan mutiara-mutiara hikmah yang tersembunyi di dalam
Al-Quran serta menjelaskan kepada mereka bahwa Hazrat Rasulullah s.a.w.
tidak ada menambah-nambahkan apa pun pendapat beliau sendiri ke dalam
Al-Quran, disamping mengemukakan bahwa Hadith yang sahih hanya
mengemukakan rincian dari prinsip-prinsip dan pengarahan yang ada di dalam
Al-Quran. Dengan diungkapkannya wawasan ini maka mukjizat Al-Quran jadi
merona nyata bagi mereka dan kebenaran dari ayat-ayat yang menurut Allah
s.w.t. ‘tiada sesuatu yang Kami alpakan dalam Kitab ini’ menjadi jelas bagi
mereka. (Al-Haq, Mubahisa Ludhiana, Qadian, 1903, sekarang dicetak dalam
Ruhani Khazain, vol. 4, hal. 80-81, London, 1984).
* * *
Makna daripada ayat:

Dia-lah yang telah mengutus di tengah-tengah bangsa yang butahuruf
seorang rasul dari antara mereka sendiri, yang membacakan kepada
mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah’ (S.62 Al-Jumuah:3)
Hal ini untuk menunjukkan bahwa Kitab Suci Al-Quran mempunyai dua
tujuan akbar yang untuk itu maka telah diutus Hazrat Rasulullah s.a.w. Yang
pertama adalah hikmah kebijaksanaan Al-Quran yaitu yang berkaitan dengan
wawasan dan mutiara-mutiara hikmah yang dikandungnya. Yang kedua adalah
pengaruh dari Al-Quran dalam mensucikan batin.
Penjagaan Al-Quran tidak saja berarti memelihara keutuhan teksnya, karena
fungsi seperti ini juga telah dilakukan oleh umat Yahudi dan Kristiani
berkaitan dengan Kitab-kitab suci mereka sejak dahulu, sedemikian rupa
sehingga tekanan huruf-huruf hidup (vowel) dari Kitab Taurat pun mendapat
perhatian mereka. Yang dimaksud dengan penjagaan Al-Quran tidak saja
hanya memelihara teksnya tetapi juga memelihara kemaslahatan dan
pengaruh Kitab tersebut dan hal ini bisa dilakukan sejalan dengan pengelolaan
Ilahi jika dari waktu ke waktu selalu didatangkan wakil-wakil dari Hazrat
Rasulullah s.a.w. dimana mereka ini memperoleh berkat Kerasulan sebagai
pantulan refleksi wujud beliau. Hal ini diindikasikan dalam ayat:

Allah telah menjanjikan kepada orang-orang dari antara kamu yang
beriman dan bermuat amal saleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan
mereka itu khalifah-khalifah di muka bumi ini sebagaimana Dia telah
menjadikan khalifah-khalifah dari antara orang-orang yang sebelum
mereka; dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang
telah Dia ridhoi bagi mereka dan niscayalah Dia akan memberi mereka
keamanan dan kedamaian sebagai pengganti sesudah ketakutan
mencekam mereka. Mereka akan menyembah kepada-Ku dan mereka
tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Daku. Dan barangsiapa
ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang yang durhaka’ (S.24 An-
Nur:56).
Ayat ini menjelaskan makna dari ayat lainnya yaitu:

Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan peringatan ini dan
sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya’ (S.15 Al-Hijr:10)
sebagai jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana Al-Quran itu akan dijaga.
Allah yang Maha Agung telah berfirman bahwa dari waktu ke waktu Dia akan
mengirimkan pewaris Hazrat Rasulullah s.a.w. (Shahadatul Quran, Panjab
Press, Sialkot, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 6, hal. 338-339,
London, 1984).

Tidak ada komentar: