Assalamu'alaikum Wr Wb
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan yang terbaik buat kita semua. Amiin
Bersama blog ini saya sampaikan bahwa blog ini hanya sebagai pembuka dari blog utama: Master Islam Indah
Harap maklum dan mengerti, mohon maaf bila tulisan ini mengurangi kenyamanan anda.
Wassalam
Admin Master Islam Indah
Pedoman Penafsiran Al-Quran
1.
Acuan pokok suatu
tafsir yang benar dari Kitab Suci Al-Quran adalah
kesaksian
Al-Quran itu sendiri. Patut diperhatikan
bahwa Al-Quran berbeda
dengan Kitab-kitab
samawi lainnya yang tergantung kepada sesuatu di luar
dirinya
untuk pembuktian atau pengungkapan kebenaran yang dikandungnya.
Al-Quran
tersusun dalam suatu struktur yang rapih dimana keseluruhannya
akan
terganggu jika ada satu saja batu bata yang salah tempat. Kitab ini setiap
mengemukakan
suatu kebenaran selalu didukung sepuluh atau duapuluh
kesaksian
termaktub yang mendukungnya. Setiap kali kita menafsirkan suatu
ayat dari
Al-Quran, kita perlu memperhatikan keberadaan kesaksian di ayat
lain yang
mendukung pengertian yang telah kita peroleh. Bila kesaksian
tersebut
tidak ada sedangkan pengertian yang kita dapat itu bertentangan
dengan
ayat-ayat lainnya, kita harus menyimpulkan bahwa tafsir itu sebagai
salah
adanya karena tidak mungkin terdapat kontradiksi di dalam Al-Quran.
Tanda
dari suatu tafsir yang benar ialah jika keseluruhan kesaksian dari Kitab
Suci
Al-Quran memang jelas mendukung.
2.
Acuan kedua dari
pengertian yang benar mengenai Al-Quran adalah tafsir yang dikemukakan oleh
Hazrat Rasulullah s.a.w.
Tidak
diragukan lagi bahwa sosok yang paling memahami pengertian Al-Quran adalah Nabi
Besar kita yang tercinta. Dengan demikian jika memang sudah ada tafsir dari
Hazrat Rasulullah s.a.w. maka menjadi kewajiban bagi setiap Muslim untuk menerimanya
tanpa ragu-ragu lagi, sedangkan mereka yang menolak termasuk murtad dan
mengada-ada.
3.
Acuan ketiga adalah
penafsiran dari para sahabat Hazrat Rasulullah s.a.w.
Para
sahabat tersebut merupakan pewaris pertama dari Nur dan pengetahuan
yang
dibawa Hazrat Rasulullah s.a.w. Mereka ini mendapat rahmat akbar dari
Allah
s.w.t. dimana persepsi mereka dibantu oleh-Nya karena mereka ini tidak
saja
telah beriman tetapi juga telah melaksanakan apa yang diimani.
4. Acuan keempat adalah perenungan Al-Quran dengan ruhani yang
suci mengingat juga Al-Quran berkaitan dengan kesucian ruhani seseorang.
Sebagaimana
dinyatakan Allah yang Maha Agung dalam firman-Nya:
‘(Kitab)
yang tiada orang boleh menyentuhnya kecuali mereka yang
disucikan’ (S.56 Al-Waqiah:80).
Berarti
hanya seorang yang memiliki hati yang telah disucikan yang dapat
menghargai
wawasan suci dari Al-Quran karena kedekatannya dengan Kitab
tersebut.
Ia mengenali segala kebenaran dan keharuman yang dikandung Kitab
tersebut
dan batinnya bersaksi bahwa inilah jalan yang lurus. Nur hati orang
seperti
itulah yang menjadi acuan guna menguji kebenaran. Kecuali seseorang
telah
disucikan dalam amalannya dan telah berhasil melewati jalan sempit
yang
dilalui oleh para Nabi, sebaiknya janganlah ia menjadi penafsir isi Al-
Quran,
apalagi jika didasari oleh sikap kurang ajar dan kesombongan karena
hasil
tafsirnya nanti didasarkan pada opini dirinya sendiri. Tafsir seperti itu
dilarang
oleh Hazrat Rasulullah s.a.w. yang menyatakan:
‘Ia
yang menafsirkan Al-Quran berdasarkan opininya sendiri berada
dalam
kesalahan, meskipun ia mengemukakan tafsir yang menurutnya
adalah
yang benar.’
5.
Acuan kelima adalah
kosa kata bahasa Arab, hanya saja Al-Quran terkadang memberi arti yang beragam
sekali sehingga tidak sepenuhnya
bisa bersandar
pada lexikon atau kosa kata tersebut.
Terkadang
dengan memperhatikan kosa
katanya,
perhatian bisa dibimbing kepada suatu rahasia sehingga yang
bersangkutan
dapat mengungkapkan hal yang tersembunyi dalam Al-Quran.
6.
Acuan keenam adalah
perbandingan sistem keruhanian dengan system jasmaniah karena ada keselarasan
di antara keduanya.
7.
Acuan ketujuh adalah
wahyu dan kashaf dari para orang suci.
Acuan ini sebenarnya
merangkum keseluruhan acuan-acuan lainnya karena seorang
penerima
wahyu adalah refleksi sempurna dari Nabi yang diikutinya, dimana
dengan
kekecualian pemberian status kenabian dan adanya syariat baru, ia
mendapatkan
semua sebagaimana yang diterima sang Nabi. Akidah yang benar
dan pasti
akan dibukakan kepadanya dan ia akan menerima segala karunia
berupa
berkat dan rahmat sebagaimana yang diberikan Tuhan kepada Nabi
yang
diikutinya. Ia tidak akan mengada-ada, tetapi hanya berbicara atas dasar
apa yang
dilihatnya dan mengemukakan apa yang didengarnya. Jalan ini
terbuka
bagi setiap umat Muslim, karena jika tidak maka tidak akan ada lagi
pewaris
Nabi Besar Muhammad s.a.w. (Barakatuddua, Qadian, Riyaz
Hind
Press, 1310 H;
sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 6, hal. 17-21,
London, 1984).* * *
Perlu
diperhatikan bahwa kita tidak diizinkan untuk mengadakan perubahan
apapun
dalam teks ayat atau urutan di dalam Firman Tuhan, kecuali Hazrat
Rasulullah
s.a.w melakukannya dan ini bisa dibuktikan. Tanpa adanya
bukti itu
maka kita tidak boleh mengusik urut-urutan Al-Quran ataupun
menambahkan
sesuatu padanya. Kalau dilakukan maka kita dianggap bersalah
dan akan
dimintakan pertanggungjawabannya. (Itmamul Hujjah, Gulzar
Muhammadi Press,
Lahore, 1311 H, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain,
vol. 8, hal. 29,
London, 1984).* * *
Sistem Akar Dalam Al-Quran
Untuk
diketahui, Kitab Suci Al-Quran mengandung sepuluh sistem kosa kata:
1. Sistem
yang pertama berkaitan dengan eksistensi Tuhan dan argumentasi
yang
mendukungnya seperti sifat-sifat Ilahi, nama-nama, perilaku, caracara
dan
kebiasaan yang khas bagi Allah yang Maha Luhur. Termasuk juga
kalimat-kalimat
phrasa yang berkaitan dengan puji-pujian kesempurnaan
Keagungan,
Keindahan dan Kebesaran-Nya.
2. Sistem
kedua mencakup konsep Ketauhidan Ilahi dan argumentasi yang
mendukungnya.
3. Sistem
ketiga mengenai sifat-sifat, amalan, perilaku dan kebiasaan baik
ruhani
mau pun jasmani yang diperlihatkan para mahluk di hadapan Allah
s.w.t.,
apakah selaras atau bertentangan dengan keinginan-Nya.
4.
Keempat, sistem yang mengandung bimbingan lengkap dari Tuhan dalam
bentuk
teguran dan ajaran mengenai sifat-sifat akhlak dan akidah, hakhak
Ilahi dan
hak-hak hamba-Nya, pengetahuan yang bijak, batasanbatasan
dan
suruhan, pengarahan dan larangan, kebenaran dan wawasan.
5.
Kelima, sistem yang mengemukakan apa yang dimaksud dengan
keselamatan
hakiki dan bagaimana cara mencapainya secara benar, apa
yang
menjadi tanda-tanda dan persyaratan bagi mereka yang beriman
serta
tentang mereka yang telah memperoleh keselamatan berkat
kedekatan
pada Tuhan.
6.
Keenam, sistem yang menjelaskan apa yang dimaksud dengan Islam dan
apa yang
namanya kekafiran, apa itu syirik serta argumentasi yang
mendukung
Islam dan jawaban-jawaban terhadap mereka yang
menyangkal.
7.
Ketujuh, sistem yang menjelaskan dan menolak akidah-akidah yang salah
dari para
lawan Islam.
8. Sistem
kedelapan mencakup peringatan-peringatan dan kabar-kabar
gembira,
janji-janji dan ancaman hukuman, tentang dunia akhirat,
mukjizat-mukjizat
dan nubuatan yang meneguhkan keimanan, disamping
kisah-kisah
sebagai peringatan atau penyampaian kabar gembira.
9.
Kesembilan, sistem yang merangkum sejarah hidup dan sifat-sifat suci
Hazrat
Rasulullah s.a.w. serta argumentasi yang mendukung kenabian
beliau.
10.
Sistem kesepuluh mengetengahkan sifat-sifat Kitab Suci Al-Quran, berikut
pengaruh
dan karakteristiknya.
Kesepuluh
sistem itu terdapat secara sempurna seperti sepuluh lingkaran di
dalam
Kitab Suci Al-Quran. Dalam sepuluh lingkaran tersebut, Allah yang
Maha
Perkasa menggunakan kosa kata yang murni dan jelas sehingga seorang
yang
waras akan langsung mengakui sistem kosa kata yang sempurna dan
lengkap
dari bahasa Arab tersebut sepertinya dikhususkan bagi Al-Quran.
Karena
itulah sistem kosa kata ini selaras dengan sistem edukatif yang
sempurna
dan lengkap daripada Al-Quran. Sistem kosa kata bahasa lainnya
tidak
selaras dengan sistem edukatif dari Kitab-kitab samawi yang katanya
diwahyukan
dalam bahasa bersangkutan. Dalam Kitab-kitab itu pun tidak
ditemui
sepuluh lingkaran sebagaimana dimaksud di atas. Hal ini menjadi
bukti
ketidak-sempurnaan Kitab-kitab itu karena tidak mengandung
kesepuluh
sistem di atas, ditambah lagi bahasanya tidak selaras dengan ajaran
di
dalamnya. Penyebab utama keadaan ini ialah karena Kitab-kitab tersebut
bukanlah
Kitab yang hakiki dan hanya bernilai sementara saja. Hanya ada satu
Kitab
saja yang turun ke dunia ini yang bisa menjamin kesejahteraan manusia
selama-lamanya.
Kitab itu diwahyukan lengkap dengan sepuluh sistem
lingkaran
dimana sistem kosa katanya selaras dengan sistem edukatif. Setiap
sistem
lingkarannya diikuti dengan sistem kosa kata selaras dengan kuantitas
dan
nilai-nilai alamiah dari setiap kosa kata yang mencerminkan sifat-sifat
Ilahi. (Minanul
Rahman, Manager Book Depot, Qadian, Talifo Ishaat, 1922,
sekarang
dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 9, hal. 150-152, London, 1984).
Al-Quran Telah Mencakup Seluruh Kebenaran
Menjadi keyakinanku bahwa Kitab Suci Al-Quran
bersifat sempurna dalam
ajarannya dan lengkap berisi semua kebenaran yang
ada sebagaimana
dinyatakan dalam firman Allah s.w.t. bahwa:
‘Telah
Kami turunkan kepada engkau kitab itu untuk menjelaskan segala
sesuatu’ (S.16 An-Nahl:90)
serta ayat:
‘Tiada
sesuatu yang Kami alpakan dalam Kitab ini’ (S.6
Al-Anaam:39).
Tetapi aku juga berpendapat bahwa bukanlah fungsi
dari setiap ulama atau
maulvi untuk mengemukakan dan mencanangkan
masalah-masalah
keagamaan dari Al-Quran. Ini adalah fungsi dari
orang-orang yang secara
khusus telah ditolong oleh wahyu Ilahi sebagai
bagian dari semi Kenabian atau
kesucian. Mereka yang bukan penerima wahyu,
sebenarnya tidak cukup
kompeten untuk mengemukakan wawasan Al-Quran.
Satu-satunya cara
terbaik bagi mereka adalah menerima semua ajaran
yang telah diterima turun
temurun tanpa berusaha ingin menafsirkan
Al-Quran.
Mereka yang memperoleh pencerahan dengan Nur
wahyu suci termasuk di
antara mereka yang disucikan. Kepada mereka
inilah Allah s.w.t. dari waktu
ke waktu membukakan mutiara-mutiara hikmah yang
tersembunyi di dalam
Al-Quran serta menjelaskan kepada mereka bahwa
Hazrat Rasulullah s.a.w.
tidak ada menambah-nambahkan apa pun pendapat
beliau sendiri ke dalam
Al-Quran, disamping mengemukakan bahwa Hadith
yang sahih hanya
mengemukakan rincian dari prinsip-prinsip dan
pengarahan yang ada di dalam
Al-Quran. Dengan diungkapkannya wawasan ini maka
mukjizat Al-Quran jadi
merona nyata bagi mereka dan kebenaran dari
ayat-ayat yang menurut Allah
s.w.t. ‘tiada
sesuatu yang Kami alpakan dalam Kitab ini’ menjadi
jelas bagi
mereka. (Al-Haq, Mubahisa
Ludhiana, Qadian, 1903, sekarang dicetak dalam
Ruhani Khazain, vol. 4,
hal. 80-81, London, 1984).
* * *
Makna daripada ayat:
‘Dia-lah
yang telah mengutus di tengah-tengah bangsa yang butahuruf
seorang rasul dari antara mereka
sendiri, yang membacakan kepada
mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah’ (S.62 Al-Jumuah:3)
Hal ini untuk menunjukkan bahwa Kitab Suci
Al-Quran mempunyai dua
tujuan akbar yang untuk itu maka telah diutus
Hazrat Rasulullah s.a.w. Yang
pertama adalah hikmah kebijaksanaan Al-Quran
yaitu yang berkaitan dengan
wawasan dan mutiara-mutiara hikmah yang
dikandungnya. Yang kedua adalah
pengaruh dari Al-Quran dalam mensucikan batin.
Penjagaan Al-Quran tidak saja berarti memelihara
keutuhan teksnya, karena
fungsi seperti ini juga telah dilakukan oleh umat
Yahudi dan Kristiani
berkaitan dengan Kitab-kitab suci mereka sejak
dahulu, sedemikian rupa
sehingga tekanan huruf-huruf hidup (vowel) dari
Kitab Taurat pun mendapat
perhatian mereka. Yang dimaksud dengan penjagaan
Al-Quran tidak saja
hanya memelihara teksnya tetapi juga memelihara
kemaslahatan dan
pengaruh Kitab tersebut dan hal ini bisa
dilakukan sejalan dengan pengelolaan
Ilahi jika dari waktu ke waktu selalu didatangkan
wakil-wakil dari Hazrat
Rasulullah s.a.w. dimana mereka ini memperoleh
berkat Kerasulan sebagai
pantulan refleksi wujud beliau. Hal ini
diindikasikan dalam ayat:
‘Allah
telah menjanjikan kepada orang-orang dari antara kamu yang
beriman dan bermuat amal saleh, bahwa
Dia pasti akan menjadikan
mereka itu khalifah-khalifah di muka
bumi ini sebagaimana Dia telah
menjadikan khalifah-khalifah dari
antara orang-orang yang sebelum
mereka; dan Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama mereka, yang
telah Dia ridhoi bagi mereka dan
niscayalah Dia akan memberi mereka
keamanan dan kedamaian sebagai
pengganti sesudah ketakutan
mencekam mereka. Mereka akan menyembah
kepada-Ku dan mereka
tidak akan mempersekutukan sesuatu
dengan Daku. Dan barangsiapa
ingkar sesudah itu, mereka itulah
orang-orang yang durhaka’ (S.24 An-
Nur:56).
Ayat ini menjelaskan makna dari ayat lainnya
yaitu:
‘Sesungguhnya
Kami-lah yang telah menurunkan peringatan ini dan
sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya’ (S.15 Al-Hijr:10)
sebagai jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana
Al-Quran itu akan dijaga.
Allah yang Maha Agung telah berfirman bahwa dari
waktu ke waktu Dia akan
mengirimkan pewaris Hazrat Rasulullah s.a.w. (Shahadatul
Quran, Panjab
Press, Sialkot, sekarang dicetak dalam Ruhani
Khazain, vol. 6, hal. 338-339,
London, 1984).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar